Selasa, 10 Mei 2011

Pakantan, Wisata Kebun Kopi Tua Mandailing


Kebun kopi Mandailing berusia ratusan tahun, berpotensi sebagai kawasan ekowisata.
Abdul Hamid Damanik, Affan Surya dan Erikson Sinaga

Pakantan, pernah dijuluki sebagai negeri Gunung Mas. Sebuah kejayaan yang pernah dialami daerah itu antara tahun 1835-1942. Ini terjadi bersamaan dengan penjajahan Belanda atas Mandailing waktu itu. Tetapi, julukan sebagai gunung mas kemudian berakhir seiring dengan masuknya Jepang pada tahun 1942.

Kejayaan Pakantan yang mewakili Mandailing sehingga mendapat julukan sebagai negeri gunung mas tak lain karena hasil kopi arabica-nya yang melimpah. Kebun kopi yang ditanam di dua tempat, yakni di Pakantan Lombang dan Pakantan Dolok memberikan kemakmuran bagi masyarakat karena harganya juga sangat tinggi. Tak heran kalau waktu itu masyarakat Pakantan dapat dengan mudah mengirim anaknya sekolah sampai ke Jawa.

Banyak diantaranya kini menjadi orang-orang sukses di Jakarta. Beberapa orang terkenal di Jakarta asal Pakantan adalah Adnan Buyung Nasution dan Diana Nasution.

Pakantan terdiri dari dua bekas kerajaan kecil, yakni Kerajaan Pakantan Dolok dan Pakantan Lombang. Kini, setelah berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bekas negeri gunung mas itu terpecah menjadi tujuh desa, yakni Desa Huta Lancat, Huta Gambir, Huta Julu, Pakantan Bukit, Huta Toras, Huta Padang dan Desa Huta Bargot. Secara adminisratif, ketujuh desa tersebut saat ini berada dalam wilayah Kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten Mandailing Natal.

Menurut salah seorang sesepuh masyarakat Pakantan Dolok, Sutan Baringin Lubis (70), harga kopi arabica sampai Tahun 1942 mencapai Rp 60-80 per 62,5 kilogram. Dalam satu bulan, tambah Sutan Baringin, dapat dihasilkan 25 kilogram kopi kering. Dari hasil kopi itu juga banyak masyarakat yang pergi menunaikan ibadah Haji. Pada waktu itu, Ongkos Naik Haji hanya Rp 600.

Akan tetapi setelah Jepang kemudian menguasai daerah ini harga kopi jatuh sampai 75 persen. Menurut Sutan Baringin Lubis, jatuhnya harga karena Jepang melarang ekspor kopi ke luar negeri. Hal ini membuat masyarakat kemudian enggan mengusahakan kebun kopi itu secara intensif. Kopi Pakantan tak lagi menjanjikan kemakmuran seperti semula.

Meskipun saat ini kebun kopi itu masih dikelola oleh beberapa pewarisnya namun hasilnya tetap tidak memadai. Produksi per hektar per tahun hanya 350 kilogram kopi kering dengan harga Rp 5000 per kilogram.

Menurut Sahli Lubis (35), salah seorang pewaris, hasil kopi mereka saat ini hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal saja. Tak heran, kalau kopi asal Pakantan tidak lagi dapat ditemukan di pasaran. Padahal, kata Sahli kualitas rasa kopi daerahnya itu sudah terkenal sampai ke Eropa.

Sisa-sisa kebun kopi arabica yang telah berumur ratusan tahun itu masih dapat dilihat di sekitar Gunung Aek Luane di wilayah bekas kerajaan Pakantan Dolok. Lokasi ini merupakan kawasan penyangga hutan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Hingga kini kebun kopi tua itu masih tersisa sekitar 5 hektar.

Objek Wisata

Bagi para pecandu kopi sejati yang ingin membuktikan nikmatnya cita rasa kopi Pakantan datang saja ke kampungnya Adnan Buyung Nasution itu. Kopi yang dapat menggetarkan lidah tersebut masih dapat dinikmati di beberapa warung. Bahkan kalau mau masih bisa membawa bubuknya sebagai oleh-oleh.

Bayangkan, bagaimana nikmatnya minum kopi di desa tradisional yang berhawa sejuk dan segar itu. Ditambah masyarakatnya yang ramah dan santun terhadap tamu dari luar membuat kita ingin datang berkali-kali.

Para pengunjung juga bisa melihat bekas istana Kerajaan Pakantan Dolok dan sopo godang tempat masyarakat melakukan pertemuan. Hal itu penulis rasakan ketika berkesempatan berkunjung kesana beberapa waktu yang lalu.

Tidak saja bisa merasakan nikmatnya kopi Pakantan, kita pun masih bisa membuktikan kebun kopi tua yang berada di Gunung Aek Luane sana. Hanya 7 kilometer saja jaraknya dari Desa Huta Gambir ke lokasi kebun kopi tersebut. Melewati jalan setapak, jarak 7 kilometer itu dapat ditempuh dalam 3 jam berjalan kaki. Kondisi jalur yang landai menambah tantangan bagi para petualang. "Itu waktu yang sangat lama", kata Sahli Lubis yang biasa menempuhnya hanya dalam waktu 1,5 jam.

Menurut pengakuan seorang penggila minuman kopi asal Medan yang pernah dua kali berkunjung ke sana, melihat kebun kopi tua Pakantan sangatlah menarik. Sepanjang perjalanan dari desa ke kebun kopi banyak pemandangan yang bisa dinikmati. Burung-burung yang beragam jenis, primata, kijang, rusa dan tumbuhan aneh kerap dapat dilihat selama perjalanan.

Apalagi dalam setengah perjalanan yakni di Bukit Tincuk, kita disuguhi pemandangan alam yang menawan berupa hamparan sawah dan perkampungan tradisonal Pakantan, kata penggila minuman kopi ini. Penulis sendiri membuktikan hal itu. Bahkan, ketika berada di tengah kebun kopi tersebut penulis seakan terhipnotis dan merasa berada di dunia lain.

Sebagai kawasan zona penyangga Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), menurut para pemerhati industri pariwisata, Pakantan memang layak dijadikan sebagai daerah tujuan wisata.

Abu Hanifah Lubis, Field Coordinator Conservation International Indonesia (CII) untuk TNBG mendukung hal tersebut. Menurutnya, Pakantan memang layak dijadikan sebagai salah satu daerah pengembangan tujuan wisata minat khusus. Pendapat Abu cukup beralasan, sebab kampungnya Diana Nasution itu memang memiliki prospektif bagus karena objek daya tariknya. ***


Kopi Mandailing

KOMPAS.com – Anda penikmat kopi? Sudah pernah mendengar atau menikmati kopi Mandheling? Kalau belum, jangan mengaku sebagai penikmat kopi sejati. Setidaknya Anda tahu apa itu kopi Mandheling, meskipun mungkin belum pernah mencicipinya. Hmm…kopi Mandheling? Kopi apa itu? Dari daerah mana?
Ehem…saya juga belum lama tahu sebenarnya. Itu pun setelah mengobrol via dunia maya dengan seorang sahabat. Dia bercerita kalau ternyata selain kopi Sidikalang, kopi Aceh, dan kopi-kopi lain dari daerah-daerah di Indonesia dan terkenal sampai ke penjuru dunia, ada juga yang namanya kopi Mandheling. Kata Mandheling sendiri adalah penyebutan orang-orang asing terhadap kata Mandailing, yang merupakan salah satu nama suku di Sumatera Utara. Bila sedikit dipanjangkan, Mandailing Natal (Madina), nah itu merupakan nama kabupaten di sana, yang jauhnya kira-kira 12 jam dari kota Medan.
Entah kebetulan atau tidak, ketika saya mengobrol tentang kopi Mandailing (saya sebut saja dengan pelafalan Indonesia) dengan sahabat saya itu, saya sedang berada di Panyabungan, ibukota Madina untuk waktu yang cukup lama sampai beberapa bulan. Jujur, saya sebenarnya jadi malu sendiri karena baru tahu perihal kopi Mandailing yang sempat mendunia sejak tahun 1800-an sampai tahun-tahun menjelang Indonesia merdeka, padahal saya sendiri bersuku Mandailing dan memiliki Ayah yang berasal dari suatu desa di Madina.
Kenapa bisa baru tahu ya? Entahlah. Selain karena mungkin saya pribadi tidak terlalu antusias untuk menelusuri sejarah dan warisan kekayaan budaya sendiri (yang amat sangat disayangkan sebenarnya), akhirnya saya menganggap ketidaktahuan saya terhadap hal ini juga dikarenakan tidak satu pun anggota keluarga inti saya yang bergelar penikmat kopi apalagi pecandu, sehingga tidak ada semacam dongeng atau pembicaraan tentang kopi Mandailing ini.
Akhirnya saya cari tahu sendiri melalui internet tentang sejarah kejayaannya di masa lalu. Untuk sejarahnya ini, saya kira cukup menyertakan link saja untuk efisiensi agar tulisan ini tidak terlalu panjang atau sampai dibuat berseri.
Sejak tahu tentang kopi Mandailing ini, saya jadi penasaran dan bahkan ingin mencicipinya. Kebetulan saya sedang tinggal di daerah asalnya sehingga langsung saja saya tanyakan pada orang-orang di sini. Pertama, saya tanyakan dimana itu Pakantan? Pakantan, desa asal Adnan Buyung Nasution ini pernah dijuluki sebagai “gunung mas” karena kekayaan kopi arabica-nya yang melimpah, dan sampai sekarang kebun kopi tua di daerah ini kabarnya masih tersisa sekitar 5 hektar dan tanaman kopinya masih ada yang berumur ratusan tahun.
Sayang, daerah itu ternyata masih jauh dari Panyabungan sehingga rasanya mustahil bagi saya untuk ke sana saat ini, mengingat tujuan utama saya ke kota ini tidak memungkinkan untuk itu. Tapi keinginan itu masih saya endapkan dalam pikiran, hingga akhirnya secara tak sengaja saya menonton acara berita di Metro TV yang pada akhir segmennya memberitakan tentang kopi takar yang ada di Madina. Wow…sangat menarik!
Kopi takar atau kopi batok yang saya lihat di acara televisi itu sungguh unik tampilannya. Sesuai dengan namanya, takar yang berarti tempurung atau batok kelapa menjadi wadah penyajiannya. Batok bukan sembarang batok. Batok kelapa yang ini terbuat dari batok kelapa gading yang dibentuk seperti cangkir lengkap dengan tatakannya. Yang uniknya lagi, kopi khas Madina itu disajikan dalam cangkir batok tersebut dengan sebatang kayu manis dimasukkan ke dalamnya, persis seperti sedotan. Dan memang benar, cara meminumnya sama seperti kita meminum jus dengan sedotan. Hmm…makin penasaran.
Didorong rasa penasaran itu, saya langsung bersemangat untuk segera mencari tahu dimana lokasi warung kopi atau rumah makan yang menyediakan kopi bercita rasa Madina itu. Uniknya, beberapa orang Panyabungan yang saya tanya tidak tahu menahu dimana tempat yang dapat mempertemukan saya dengan kopi takar tersebut. Barulah setelah beberapa waktu saya tahu dari seseorang tentang salah satu rumah makan yang menyediakan menu kopi takar. Konon tidak banyak tempat di sekitar Panyabungan ini yang menyediakan menu tersebut.
Lucunya, rumah makan yang direkomendasikan itu sebenarnya sudah cukup sering saya kunjungi selama tinggal di sini, yang merupakan salah satu rumah makan yang terkenal di Madina karena cita rasa masakan khas Mandailing-nya yang nikmat. Rumah makan itu berdesain seperti pondokan-pondokan yang didirikan di tepi Aek Singolot (Sungai Singolot) yang berbatu-batu dan berair cukup deras.
Di seberang rumah makan yang dibatasi sungai itu berjejer pepohonan yang hampir semuanya adalah pepohonan karet. Terkadang tampak gerombolan kera berkeliaran di sana, berlari-larian dari hulu ke hilir. Pepohonan karet yang rimbun menyerupai hutan itu plus suara aliran sungai yang tak pernah berhenti dari hulu sungguh membuat suasana sangat teduh dan nyaman, meski cuaca sedang terik sekalipun. Tak heran, nafsu makan sering bertambah saat bersantap di tempat ini.
Selama ini saya tidak tahu kalau kopi takar itu ada dalam menu andalan rumah makan yang bernama “Pondok Paranginan” ini. Mungkin karena tidak ada daftar menu sebab semua sajian makanannya dihidang seperti di rumah makan Padang. Selama beberapa kali saya berkunjung ke sana juga tidak ada pelayan yang memberitahu perihal kopi warisan ini atau tidak ada media promosi seperti pamflet atau lainnya.
Maka jadilah, dalam suatu kesempatan saya ke sana. Dengan semangat, saya langsung meminta secangkir kopi takar. Pesanan pun sampai tepat ketika saya telah selesai bersantap siang dengan hidangan Mandailing yang lezat. Apa yang saya lihat persis seperti yang saya lihat di televisi. Secangkir kopi takar plus sebatang kayu manis yang dicelupkan ke dalamnya. Wah, rasanya tak sabar untuk segera mencicipinya.
Saya aduk dulu perlahan kopi hitam yang mengepul dan tampaknya tak terlalu kental tersebut dengan batangan kayu manis. Saya angkat lalu hisap ujung kayu manisnya yang tadi tenggelam dalam kopi. Hmm…agak aneh rasanya. Jelas, karena yang dominan terasa adalah kayu manisnya. Saya coba trik meminumnya seperti yang saya lihat di televisi. Sekarang saya menggunakan batangan kayu manis tersebut sebagai sedotan. Di awal-awal masih belum terasa nikmatnya. Mungkin karena saya sejatinya bukan penikmat kopi. Hanya saja kali ini sedang berperan sebagai pencicip kopi.
Saya makin penasaran dengan kopi ini yang katanya nikmat. Saya coba lagi trik tersebut dengan menyeruputnya perlahan. Saya rasakan bubuk kopi halus memenuhi lidah namun tak sampai membuat saya tersedak karena saking halusnya. Rasa hangat kayu manis mulai menjalari kerongkongan. Saya seruput lagi dan perlahan namun pasti, saya mulai merasakan kenikmatannya. Sebuah perpaduan rasa kopi Madina dan kayu manis yang unik. Tidak terlalu manis dan hangat sampai ke perut. Rasa khawatir yang sering menyergap kala meminum kopi, khususnya kopi instan; jantung berdebar-debar, pusing, sampai berkeringat dingin, tidak dirasakan. Bahkan tubuh dan pikiran terasa lebih segar, padahal sebelumnya sempat merasakan kantuk karena kurang tidur.
Tak lupa, saya sempat tanyakan juga apa saja bahan-bahan untuk membuat kopi takar ini kepada pemilik rumah makan yang ikut turun tangan menangani urusan dapurnya. Ternyata sederhana saja. Kopi Mandailing diseduh dengan rebusan air gula aren, dan sebagai sentuhan akhir, celupkan sebatang kayu manis ke dalamnya. Oh, ini satu lagi yang membuat cita rasa kopi ini berbeda. Gula aren atau gula merah. Hmm…boleh juga, pikir saya. Boleh juga bila menjadikan kopi takar ini sebagai menu wajib yang harus selalu dipesan bila bertandang ke sini. (Annisa F Rangkuti)

Tips Sehat Bagi Penikmat Kopi : Kopi dan Kesehatan

Siapa yang tak kenal kopi?
Minuman yang memiliki aroma dan rasa yang khas ini harus diakui begitu nikmat dan memiliki kemampuan yang menggoda. Tak jarang kopi menjadi sahabat setia orang yang suka begadang, atau dinikmati saat santai sembari membaca koran atau menonton televisi.

Tapi, dibalik kenikmatannya, mengkonsumsi kopi secara berlebihan juga tidak baik untuk kesehatab. Oleh karena itu, simak tips agar menikmati kopi tidak sampai mengganggu kesehatan anda.

1. Kenali Batasan Dosis Tubuh Anda 

Tidak ada ukuran yang pasti untuk dosis kopi yang boleh dikonsumsi. Namun kebanyakan penelitian mengungkapkan bahwa minum 300 mg caffeine (sekitar 1 sampai 3 cangkir kopi sehari) tidak memberikan efek negative pada kebanyakan orang sehat.

Namun, setiap orang memiliki batasan sendiri mengenai konsumsi caffeine. Kebanyakan orang dapat mengkonsumsi 2 cangkir kopi sehari tanpa masalah. Namun ada pula yang mengalami efek buruknya dengan jumlah konsumsi kopi yang bahkan lebih sedikit. Ada yang bercerita setelah minum secangkir kopi menjadi tak dapat tidur sepanjang malam, sebaliknya ada yang tertidur pulas setelah minum kopi. Jadi pahamilah, cara terbaik adalah dengarkan respon tubuh sendiri!

2. Kenali "Efek" dari Kopi Yang Anda Minum 

Ketika mereguk kopi memang terasa nikmat, namun sering kali diikuti dengan rasa bersalah. Kenali sinyal bahaya kopi sehingga kita tahu kapan harus berhenti minum kopi. Sinyal bahaya itu antara lain : gelisah, jantung berdebar, gangguan tidur dan gangguan mood (mis: cepat marah).

Seorang peminum kopi yang menghentikan kebiasaan minum kopinya dapat mengalami "caffeine withdrawal" yang ditandai oleh sakit kepala berdenyut, namun gejala ini akan hilang setelah 24-48 jam atau mendapat caffeine dosis baru.

3. Kenali Kandungan Caffeine 

Setelah mengetahui dosis dan respon tubuh, ada baiknya kita mengetahui kandungan caffeine dalam produk-produk yang sering kita konsumsi. Agar jangan sampai dosis kopi yang dianjurkan sudah tercapai, namun kita masih mengkonsumsi produk-produk lain yang mengandung caffeine sehingga merasakan efek buruk kopi. Beberapa produk lain yang perlu diperhatikan kandungan caffeine seperti misalnya : softdrink, permen kopi, teh, coklat, obat sakit kepala.

Cara pengolahan (roasting dan brewing) juga berpengaruh terhadap kandungan caffeine dalam kopi. Sebagai contoh, sebuah penelitian menunjukkan, secangkir kopi di Starbucks mengandung rata-rata 259 mg caffeine dibandingkan dengan kopi dengan jenis dan ukuran cangkir yang sama di Dunkin Donuts yang hanya mengandung 149 mg caffeine.

Dari penelitian lain, kopi decaf (kopi tanpa caffeine) baik untuk mereka yang mengalami obesitas karena dapat meningkatkan HDL (kolesterol "baik") sekitar 50%. Sedangkan pada mereka yang tidak mengalami obesitas justru dapat menurunkan kolesterol HDL ini yang dapat meningkatkan resiko penyakit jantung.

4. Coffee Mix 

Menurut Penelitian, 5mg kalsium hilang untuk setiap 6 ons kopi yang kita konsumsi. Oleh karena itu, cobalah sesekali memadukan kopi dengan beberapa sendok susu. Selain lebih sehat, anda juga bisa merasakan variasi lain dari kopi kan??

Banyak yang bilang kopi dan rokok adalah sahabat sejati, tetapi itu salah besar. Rokok dapat merusak kenikmatan kopi. Oleh karena itu, penikmat kopi sejati tidak akan merokok.

catatan : terlalu banyak kopi saja sudah tidak sehat, bagaimana jika kopi + rokok??

5. Check-up Berkala dan Kelompok "Anti-Kopi" 

Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan, dalam hal ini adalah ukuran tekanan darah. Semakin dini hipertensi diketahui, akan semakin baik untuk penatalaksanaan selanjutnya.

Ada beberapa 'golongan' yang sangat tidak dianjurkan untuk minum kopi. Kelompok berikut disarankan untuk menghindari kopi: wanita hamil, anak-anak, orang tua, orang dengan penyakit jantung dan pembuluh darah (mis: hipertensi). Nah, kalau sudah termasuk kelompok ini, lupakan kopi!

footnote : saya sendiri memiliki penyakit maag dan juga pecinta kopi. Setelah saya konsultasikan dengan dokter, beliau mengizinkan minum kopi dengan batasan 1 cangkir sehari setelah makan. Sungguh mengganggu kenikmatan kopi yang saya minum. Tapi apalah arti kenikmatan, jika kita terbaring sakit berminggu2 tanpa bisa menikmati secangkir kopi bukan??

Mengenal Jenis Kopi Kelas Dunia

Jangan mengaku sebagai penikmat kopi kalau Anda belum mengenal jenis-jenis kopi dan penyajiannya, lalu seperti apa memilih kopi yang baik, aroma kopi yang segar, ataupun cara penyajiannya. Berikut tips yang diberikan oleh dr Surip Mawardi, ahli kopi yang sudah berpengalaman selama 27 tahun, dan tergabung di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, dalam peluncuran Nescafe Teknologi ERA di 3 Degree - F Cone, FX Lifestyle X'center, Jakarta, Senin (8/2/2010).

1. Kopi arabika (arabica coffee)

Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia ini menguasai 70 persen pasar kopi dunia. Kopi arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah tempat kopi ditanam. Anda bisa menemukan kopi toraja, mandailing, kolumbia, brasilia, dan lain sebagainya. Antara kopi arabika yang satu dan yang lain punya perbedaan rasa.

Berikut ciri-ciri kopi arabika:
*Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah yang sejuk dan dingin.
* Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.
* Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.
* Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.
* Kopi arabika juga terkenal pahit.
* Harganya sekitar Rp 32.000 per kg.

2. Kopi robusta
Menguasai 30 persen pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Kolumbia, seperti di Indonesia dan Filipina. Sama seperti arabika, kondisi tanah, iklim, dan proses pengemasan kopi ini akan berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda.

Ciri-ciri kopi robusta:
* Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat.
* Bau yang dihasilkan khas dan manis.
* Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan.
* Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika.
* Harganya sekitar Rp 18.000 per kg.

3. Kopi ekselsa, racemosa, dan liberica (african coffee)
Merupakan jenis kopi yang berada di antara arabika dan robusta. Kopi tersebut saat ini masih dalam tahap pengembangan.

4. Kopi luwak
Merupakan kopi yang berasal dari biji kopi arabika atau robusta yang dimakan oleh luwak. Luwak akan menelan buah kopi (berwarna merah) dan memprosesnya dengan enzim yang ada di perutnya. Biji dari buah kopi itu lalu terbuang bersama kotorannya.

''Biji inilah yang dinamakan kopi luwak. Kita masih meneliti enzim yang ada di perut luwak yang membuat kopi ini jadi lebih sedap,'' tutur dr Surip kepada Kompas Female.

Kopi luwak dihargai sekitar Rp 350.000, bahkan lebih, tergantung jenis kopi yang dimakan luwak. Kopi luwak menjadi lebih istimewa karena luwak mencari buah kopi yang 90 persen matang. Ia tidak melihat warna, tetapi menggunakan daya penciuman yang tajam dan selalu mencari kopi pada malam hari. Dalam satu pohon kopi, hanya 1-2 butir buah yang dimakan. Dengan begitu, kopi yang diambil oleh luwak adalah kopi dengan nilai kematangan tertinggi, yang tentunya amat berpengaruh pada rasa kopi nantinya.

Apa pun jenis kopi yang ada, proses penyortiran hingga pengemasannya amat berpengaruh pada rasa kopi. Misalnya, kopi yang tercampur dengan tanah, daun, ranting, dan benda lainnya yang ikut terbawa saat pemetikan dan penjemuran kopi akan mempengaruhi cita rasa kopi.

'Menilai kopi yang enak tidak bisa sekadar dari fisik sebab, jika fisiknya bagus tapi terkadang berlubang atau saat penjemuran terkena air hujan, maka itu akan membuat aroma dan rasa kopi menurun,'' ungkap dr Surip.
Sumber: http://female.kompas.com/read/2010/02/09/1703067/Mengenal.Jenis.Kopi.Kelas.Dunia